Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Mengintip Tradisi Melaut Nenek Moyang di Museum Bahari

museum-bahari-jakarta-utara
credit:instagram@ylatrzolv

“Bukan lautan hanya kolam susu. Kail dan jala cukup menghidupimu. Tiada badai tiada topan kau temui. Ikan dan udang menghampiri dirimu”

Masih ingat penggalan lirik di atas? Ya, lirik tersebut pernah dipopulerkan oleh band lawas dalam negeri, Koes Plus. Tapi sebetulnya ada makna di balik lirik di atas yang menyiratkan bagaimana kekayaan laut di Indonesia itu sangat luar biasa. 

Maka tak usah heran ketika banyak penduduk di Tanah Air yang berprofesi sebagai nelayan. Maka tak usah heran pula jika negara kita yang tercinta ini dijuluki sebagai Negara Maritim.

Nah, jika kita ingin mengintip kehebatan nenek moyang kita mengarungi samudra yang terbentang luas di Indonesia ini, ada baiknya kita mengunjungi Museum Bahari. 

Museum yang terletak di Jalan Pasar Ikan No. 1, Jakarta Utara, ini menyimpan berbagai koleksi yang berhubungan dengan kebaharian dan kenelayanan bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke. 

Di museum yang pengawasannya dilakukan langsung oleh Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Provinsi DKI Jakarta ini memang jadi tempat yang pas bagi kita untuk membuka lembaran buku sejarah perkembangan maritim dan kelautan Indonesia.

Disini kita bisa melihat hampir seluruh jenis perahu-perahu dari berbagai daerah di Indonesia seperti Perahu Pinisi dari Bugis, Perahu Kora-Kora dari Maluku, Perahu Mayang dari Pantai Utara Pulau Jawa, Perahu Lancang Kuning dari Riau, dan juga Perahu Jukung dari kalaman. 

museum-bahari
credit:instagram@alfandiachmd

Di museum ini juga kita bisa menyaksikan foto-foto lawas tentang kebesaran pelabuhan-pelabuhan yang ada di Indonesia.

Bukan hanya itu, di museum yang dulunya sempat digunakan sebagai gudang penyimpanan hasil bumi oleh pemerintah Kolonial Belanda itu, kita bisa mempelajari aneka biota laut, aneka perlengkapan nelayan dan pelayaran tradisional, peta pelayaran, hingga adat istiadat nelayan di Nusantara. 

Belakangan malah Museum Bahari sudah dilengkapi oleh koleksi dari TNI AL seperti matra TNI AL, koleksi kartografi, tokoh-tokoh maritim Nusantara, dan sebagainya.

Koleksi yang disimpan dalam museum yang berada di kawasan kuno Pelabuhan Sunda Kelapa ini, dipamerkan dalam delapan ruangan. Tapi salah satu yang menjadi keistimewaan dari Museum Bahari ini adalah kehadiran Menara Syahbandar. 

Menara yang dibangun sekitar tahun 1839 ini dulunya digunakan oleh VOC untuk mengawasi hilir mudik kapal dagang di Pelabuhan Sunda Kelapa. Hebatnya, menara ini masih berdiri kokoh di kompleks Museum Bahari.

Seperti kebanyakan museum yang berjejer di kawasan Ibu Kota, Museum Bahari juga memiliki sejarah yang cukup panjang. Selain pernah digunakan sebagai tempat penyimpanan hasil bumi VOC, museum ini juga sempat digunakan sebagai tempat penyimpanan logistik tentara Jepang. 

Bahkan PLN dan PTT pun sempat memanfaat gedung yang terdiri dari empat bangunan ini sebagai gudang.

Mengunjungi museum ini Anda hanya perlu merogoh kocek sekitar dua ribu rupiah saja. Museum ini biasanya dibuka sejak Selasa sampai Minggu mulai pukul 09.00 WIB sampai pukul 15.00. 

Tapi sayangnya, dengan harga yang sangat murah itu pun kita sebagai generasi muda masih pikir dua kali untuk mengunjunginya. Padahal, banyak sekali aspek-aspek sejarah maritim Tanah Air yang bisa kita maknai untuk meningkatkan kembali jiwa patriotisme.

Post a Comment for " Mengintip Tradisi Melaut Nenek Moyang di Museum Bahari"